Film Adolescence : Nilai Parenting ‘Menyayat Hati’ Bagi Orangtua – Beberapa waktu belakangan ini, jagad maya terhebohkan dengan film serial drama besutan Philip Barantini, Adolescence.
Film ini tayang di Netflix pada bulan Maret 2025, serial tersebut mampu memantik diskusi serius tentang fenomena toksik remaja lelaki yang tergabung dalam komunitas incel.

Incel merupakan kependekan dari “involuntary celibates”, sebuah seruan atas ketidaksukaan terhadap perempuan yang memilih lawan jenisnnya berdasarkan penampilan dan kekayaan
Namun bagi orangtua, rentetan kejadian yang dialami Jamie dan keluarganya mestinya menjadi alarm tersendiri.
Sebab suka tak suka, hasil pendidikan keluarga jelas berpengaruh pada tindak-tanduk putra dan putri mereka. Loh kok?
Kisah Adolescence Menyajikan Realita Parenting Saat Ini
Serial yang dibuat oleh Jack Thorne dan Stephen Graham ini mengangkat cerita mengenai sosok remaja laki-laki, Jamie Miller. Tanpa disangka-sangka, ia menjadi tersangka pembunuhan teman sekelasnya bernama Katie Leonard.
Aksi kriminalitas yang Jamie lakukan merupakan buntut dari rentetan kejadian yang pada akhirnya terungkap dalam 4 episode. Jamie dikisahkan sempat dibully sebelum akhirnya membunuh Katie.
Katie menyebutnya incel atau seseorang yang terpaksa menjomblo karena tidak bisa mendapatkan pasangan. Tak hanya itu, terungkap pula bahwa Jamie mendapatkan pengaruh buruk dari media sosial, terutama dari akun-akun influencer seperti Andrew Tate yang dikenal sangat toksik dan merendahkan wanita.
Berikan Kritik dan Tamparan Keras bagi Orangtua
Berbagai hikmah bisa orangtua dapatkan dari serial Adolescence. Kisah tersebut dengan apik menggambarkan bagaimana pengaruh dunia digital dan bullying bisa memengaruhi psikologis remaja laki-laki yang sedang tumbuh kembang.
Jamie, yang awalnya tampak sebagai anak baik-baik, terpapar ideologi berbahaya melalui komunitas daring tanpa orangtuanya pun sadari sama sekali. Bully yang ia alami semakin menguatkan pemahaman ekstrimnya sehingga ia kemudian berbuat nekat.
Benar, Jamie salah. Namun, orangtuanya pun tak bisa lepas tangan begitu saja. Orangtua Jamie mengira bahwa anak mereka adalah anak tak bermasalah sebab ia lebih sering menghabiskan waktu di rumah.
Jamie bukan bocah yang suka keluyuran, pulang malam, dan melakukan berbagai aktivitas yang membahayakan. Namun, tanpa disadari semua orang, rupanya ia teradikalisasi di dunia maya. Ia yang tadinya lugu berubah menjadi sosok ‘incel’ yang ingin mendapatkan wanita, namun juga membenci wanita.
Meski demikian, orangtua Jamie pada dasarnya bukanlah orangtua yang benar-benar jahat. Orangtua Jamie justru menggambarkan orangtua kebanyakan yang tak tahu menahu apa yang dilakukan anaknya di jagad maya.
Nilai Parenting Adolescence yang Dapat Orangtua Petik
Tak hanya menjadi tamparan keras, serial Netflix ini mestinya menjadi penggugah agar orangtua lebih waspada dan proaktif dalam mendidik buah hatinya di era internet. Ada banyak pencegahan hingga solusi yang bisa orangtua ambil, misalnya dengan:
1. Memantau Kehidupan Digital Anak
Kehidupan abad 21 merupakan kehidupan yang kompleks di mana seseorang bukan hanya aktif di alam nyata, namun juga di alam maya. Karena itulah, orangtua perlu memastikan sekaligus mengedukasi anaknya bahwa dunia maya pun memiliki konsekuensi yang sama dengan di alam nyata.
Jangan sampai anak membaca konten-konten buruk, terlibat aksi perundungan, hingga melakukan hal-hal beresiko lainnya. Ajak anak bicara, dan terus lakukan pemantauan namun dengan tetap menghargai privasinya. Ingat, seringkali dunia maya membuat seseorang tidak realistis. Mereka bisa terpapar suatu ideologi lalu berubah dengan cepat setelahnya.
2. Ajak Bicara Anak mengenai Relasi Gender yang Sehat
Orangtua juga perlu mengajarkan anak bagaimana membangun relasi gender yang sehat. Jangan sampai, satu gender merasa lebih tinggi dari gender lainnya sehingga kemudian melakukan kekerasan sampai pembunuhan.
Khusus untuk anak lelaki, orangtua harus mengedukasi agar buah hati mereka mampu legowo dan ikhlas setelah mengalami penolakan. Dengan demikian, anak tidak akan menjelma menjadi sosok Jamie dalam serial Adolescence yang tampak terobsesi dengan wanita seperti Katie.
Contohkan juga bagaimana relasi gender yang sehat secara langsung. Pastikan ayah dan bunda selalu saling menyayangi tanpa ada KDRT dan pertengkaran yang terus menerus.
Bahkan bila sudah bercerai, orangtua tetap bisa memberi contoh dengan bersikap baik satu sama lain. Dengan demikian, meski terpapar konten incel, anak akan sulit terpengaruh sebab memiliki contoh konkret.
3. Kenalkan Anak ke Event yang Edukatif
Terakhir, berikanlah anak wadah alternatif yang lebih sehat. Jangan sampai mereka belajar dari influencer yang malah membuat mereka bertindak kriminal.
Baca Juga : Bekal Parenting Bagi Orangtua untuk Menghadapi Gen Beta
Ada beberapa kiat yang bisa orangtua lakukan untuk mewujudkan hal ini. Misal, bila anak terlihat rendah diri, orangtua bisa membawanya ke kelas-kelas pelatihan skill yang sehat, terapi ke psikolog, hingga memberikan buku-buku motivasi yang bagus. Ajak juga anak mengikuti acara bermutu, seperti ke acara bedah buku, diskusi film, dan lain sebagainya. Dengan demikian, anak tak akan lagi menjadikan influencer toksik sebagai idola dalam kehidupannya sebagaimana Jamie dalam serial Adolescence.
Realita Adolescence versi Indonesia
Di Indonesia kasus serupa pun pernah terjadi meski tak benar-benar serupa. Tercatat, pada tahun 2024, seorang pemuda 19 tahun asal Batu berencana melakukan aksi kriminalitas setelah teradikalisasi secara online.
Pemuda berinisial HOK tersebut, sebagaimana dikutip dari Tempo melakukan baiat kepada ISIS dan berencana melakukan aksi pemboman. Beruntung ia berhasil ditangkap sebelum melancarkan rencananya.
source :
Tempo
Counterhate
No Comment! Be the first one.