Polemik Pendidikan dari Kasus Bu Guru Salsa dan Novi Sukatani – Beberapa waktu belakangan ini, dunia pendidikan sedang dibuat heboh.
Dua kasus yang melibatkan sosok guru mencuat menjadi kontroversi publik; kasus Bu Guru Salsa dan Novi Sukatani. Bagaimana semestinya kita memahami polemik ini?
Sekilas tentang Persoalan Bu Novi dan Salsa
Novi Citra Indriyati atau lebih familiar sebagai Bu Novi, adalah guru di SDIT Mutiara Hati, Banjarnegara. Selain berprofesi sebagai tenaga pendidik, ia juga bekerja sebagai seorang vokalis band punk Sukatani dengan nama panggung “Twister Angel”.
Band tersebut viral setelah lagunya yang berjudul “Bayar Bayar Bayar” membuat kedua personilnya kena masalah. Lagu tersebut tersinyalir menghina institusi kepolisian sehingga Sukatani harus membuat video permintaan maaf.

Di sisi lain, Salsabila Rahma, atau Bu Guru Salsa, adalah guru honorer di Jember yang videonya tanpa busana tersebar di media sosial.
Ia mengatakan bahwa video tersebut dibuat atas permintaan pacarnya namun kemudian disebar tanpa izin. PGRI Jember membela Bu Salsa, menyatakan bahwa ia adalah korban eksploitasi digital. Saat ini, Bu Salsa masih tetap bekerja sebagai guru dan telah lolos seleksi PPPK.
Bagaimana Menanggapi Kasus Bu Guru Salsa dan Novi Sukatani?
Bukan hal yang mudah untuk menanggapi polemik mengenai Bu Salsa maupun Bu Novi. Banyak netizen yang menilai bahwa Bu Salsa sudah tidak pantas menjadi guru. Sementara Bu Novi harusnya tetap bisa mempertahankan profesinya sebagai tenaga pendidik.
Meskipun tindakan merekam diri sendiri tanpa busana tak bisa dibenarkan, namun Bu Salsa pada dasarnya adalah korban dari kejahatan cyber yang dilakukan pacarnya.
Kejahatan seperti ini sangat marak di dunia digital, dan acap kali melibatkan konflik antara sepasang kekasih yang kemudian putus hubungan.
Di sisi lain, Bu Novi hanya mengekspresikan kritiknya pada institusi kepolisian. Kasusnya mendapatkan dukungan yang lebih solid dari masyarakat, karena memang apa yang Bu Novi lakukan tidak melanggar kode etik seorang pengajar di lembaga pendidikan formal.
Ironisnya, kedua guru perempuan ini menerima perlakuan yang sangat berbeda. Bu Salsa meski mendapat kecaman publik, masih bisa bekerja sebagai ASN PPPK. Ia juga masih eksis di media sosial.
Adapun Bu Novi mengalami pemecatan sebagai seorang guru. Meski kemudian ditawari pekerjaan oleh Bupati Purbalingga, ia seolah kesulitan untuk bersuara dan eksis di berbagai platform.
Perlunya Supremasi Hukum yang Jelas dan Adil
Perbedaan perlakuan pada kasus Bu guru Salsa dan Bu Novi jelas memantik rasa heran masyarakat. Banyak yang bertanya-tanya mengapa Bu Salsa masih bisa bekerja sementara Bu Novi tidak?
Sentimen ini sangat bisa dipahami. Idealnya memang, semua sekolah di Indonesia tunduk pada standar etika yang sama dan konsisten.
Sekolah tak bisa menerapkan aturan yang subjektif dan semena-mena mengenai siapa guru yang pantas dipecat dan tidak.
Dalam situasi ini, peran Kemendikdasmen sangat diperlukan. Mereka harus bisa merumuskan aturan yang jelas mengenai pemecatan seorang guru supaya tidak terjadi tindakan sepihak yang merugikan hak guru sebagai pekerja.
Selain persoalan inkonsistensi, situasi ini pun menunjukkan bahwa Indonesia masih punya PR besar terkait isu supremasi hukum. Apalagi pada kasus Bu Novi. Sebab ia baru mendapat keadilan setelah video permintaan maafnya viral.
Bagaimana Menjawab Pertanyaan Anak tentang Kasus ini?
Melihat kedua orang tersebut bekerja pada bidang pendidikan, kasus Bu Guru Salsa dan Novi sudah pasti akan terekspos ke buah hati. Yang repot, bagaimana bila anak-anak bertanya mengenai masalah ini?
Meski sangat sensitif, namun ada baiknya orangtua tetap menanggapi pertanyaan kritis si kecil. Jangan menyuruh anak diam hanya karena usianya belum dewasa.
Sebab dengan gencarnya informasi berita digital era ini, tentu tetap akan terekspos kepada anak dengan isu tersebut tanpa harus orangtua beri tahu sendiri.
Gunakan saja bahasa yang sederhana untuk menjelaskan masalah ini ke buah hati. Misal menyebut bahwa kasus Bu Novi adalah kasus demokrasi yang tidak ditegakkan.
Padahal, dalam demokrasi semua orang boleh mengkritik asal dalam koridor yang jelas.
Sementara kasus Bu Salsa adalah kasus kejahatan digital yang harus anak waspadai. Jangan sampai si kecil merekam dirinya tanpa busana, atau menyebarkan konten tak senonoh orang lain di internet.
Usahakan untuk tetap bijak dalam berpendapat. Jangan buat anak memiliki pemikiran yang terlalu ekstrim. Sebab anak belum tentu benar-benar memahami tingkat kerumitan dan sensitivitas persoalan ini.
Jadi Kesimpulannya
Kasus Bu Guru Novi dan Bu Guru Salsa menunjukkan inkonsistensi penegakan aturan dalam dunia pendidikan. Sekolah seolah bisa seenaknya menentukan guru yang bisa dipecat dan yang tidak.
Perbedaan perlakuan terhadap keduanya mengungkap adanya standar ganda dalam menilai etika dan profesionalisme guru, yang dapat membingungkan publik dan merusak citra pendidikan. Karena itulah, perlu evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan etik serta perlindungan hukum bagi pendidik.
Baca Juga : Bukan Cuma Baris-Berbaris: Pembentukan Disiplin Positif dan Karakter Menurut Psikolog Anak
Kemendikdasmen sebagai pihak yang menaungi dunia pendidikan, mestinya menjadikan kasus Bu Guru Salsa dan Novi sebagai momen untuk berbenah.
source :
Diolah dari berbagai sumber
No Comment! Be the first one.