Miris! Kasus Asusila Guru SD – Dalam dunia pendidikan, guru memiliki peran yang begitu besar. Ki Hadjar Dewantara menyebut bahwa guru harus menjadi teladan bagi anak didiknya.

Peran guru tak bisa direduksi sekedar sebagai pemberi informasi dan pengetahuan belaka. Seorang guru matematika, misalnya, tidak hanya bertugas mengajarkan matematika namun juga harus menjadi contoh yang baik.

Hal ini tak bisa terlepas dari tahapan perkembangan peserta didik itu sendiri. Menurut teori perkembangan moral Kohlberg, anak-anak tidak serta merta bisa menjadi pribadi yang moralnya tinggi.

Piaget dalam tahapan perkembangan kognitif manusia juga memperlihatkan bahwa anak-anak masih perlu bimbingan untuk memahami berbagai hal pada sekitarnya.

Foto tampang pelaku
source : Twitter @Pai_C1

Situasinya menjadi bermasalah saat guru yang semestinya menjadi teladan rupanya tak bisa memperlihatkan sikap yang baik. Sayangnya, tak sekali dua kali, kasus problematik seperti itu terjadi di Indonesia.

Kasus Asusila Guru SD di Gunung Kidul

Selasa 16 Januari 2024 menjadi tanggal yang memalukan bagi dunia pendidikan di Gunungkidul. Saat itu, 2 orang oknum guru terciduk sedang bermesraan di ruang guru yang terbuka.

Ironisnya, peserta didiklah yang menyaksikan hal tersebut. Tiga orang siswa mendapati kejadian itu tatkala sedang menunggu jam ekstrakurikuler. 

Oknum guru yang dimaksud adalah N berusia 39 tahun dan berjenis kelamin perempuan, serta E berusia 41 tahun dan berjenis kelamin laki-laki.

Sontak kejadian ini menggenggerkan seluruh sekolah. Pelaporan ke Dinas Pendidikan dilayangkan pada 22 Januari 2024.

Saat ini, kedua oknum guru sudah tidak mengajar. Namun status P3K keduanya masih menunggu keputusan dari Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kabupaten Gunungkidul.

Mencoreng Citra Guru

Apa yang telah terjadi oleh kedua oknum guru tersebut jelas telah mencoreng citra guru di Indonesia. Apalagi ketika hal itu dilakukan di lingkup sekolah.

Sekolah tentunya mendapatkan kepercayaan yang penuh oleh orangtua agar anak-anaknya tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Di sinilah, anak ditempa pengetahuan, keterampilan, maupun etikanya. 

Berdirinya sekolah juga tak lepas dari kewajiban negara membentuk generasi yang akan datang. Guru sebagai agen negara mestinya bisa menjalankan kewajiban dengan baik sebagaimana amanat undang-undang.

Sayangnya, sebagaimana tersebut di atas, kejadian ini bukan sekali dua kali terjadi. Dari tahun ke tahun, kasus-kasus guru yang bermasalah mengalami peningkatan.

Selain melakukan hubungan dewasa, tak sedikit guru yang terciduk melakukan tindak pidana korupsi, penipuan, hingga perundungan terhadap peserta didik.

Dampak Buruk bagi Para Siswa

Bagi psikis siswa sendiri, perilaku tak senonoh guru bisa meninggalkan bekas yang buruk untuk masa depannya. Apalagi pada kasus di Gunung Kidul tersebut yang terjadi di sekolah dasar. 

Anak-anak yang berusia 7 hingga 11 tahun berada pada tahapan perkembangan concrete operational atau operasional konkrit. Pada tahapan ini, anak memahami suatu konsep dari contoh riil yang ia lihat langsung.

Tatkala yang ia lihat adalah hal-hal yang negatif, anak bisa memiliki pemahaman yang terdistorsi mengenai apa yang benar dan apa yang salah.

Efek jangka pendeknya juga perlu menjad perhatian yang begitu ketat. Eksposi anak pada kejadian tersebut bisa membuat mereka tertarik mengeksplor konten pornografi di dunia maya. Tindak asusila pun bisa terjadi sebagai efek domino. 

Hal-hal tersebut memang belum tentu terjadi, namun mesti segera perlu ada antisipasi. Pihak guru dan seluruh staf di sekolah tersebut harus melakukan penanganan spesifik untuk mengajarkan bahwa kasus itu tidak boleh dicontoh.

Namun sekolah juga tak perlu memberlakukan pendekatan yang keras. Sekolah harus tetap mengedepankan edukasi yang terbuka dan kritis sehingga anak akan memiliki pemahaman yang lebih holistik.

Categorized in: